Euforia batu cincin ternyata tak hanya menyelimuti masyarakat awam saja.
Dari pejabat, selebriti, hingga para ulama juga tak ketinggalan
mengoleksi batu cincin. Fenomena itu juga sudah ditemui pada masa
Rasulullah SAW.
Beberapa riwayat menerangkan, Rasulullah SAW
sendiri juga memiliki cincin yang terpasang di jari kelingking Beliau.
Seperti riwayat dari Anas bin Malik yang mengatakan, "Cincin Rasulullah
SAW terbuat dari perak dan batunya (cincin) merupakan batu Habasyi." (HR
Muslim dan Tirmidzi). Hadis ini diderajatkan hasan sahih, namun
al-Albani menyahihkannya.
Dalam hadis riwayat Muslim
dikisahkan, cincin Rasulullah SAW bertuliskan Muhammad Rasul Allah.
Model penulisannya menempatkan nama Beliau SAW di bawah dan kalimat
Allah berada di atas. Sepeninggal Beliau SAW, cincin itu dipakai oleh
Umar bin Khattab yang selanjutnya diwariskan kepada Utsman bin Affan.
Suatu ketika, Utsman menjatuhkannya di sebuah sumur dan hilang. Sumur
itu pun diberi nama sumur Khatam yang berarti sumur cincin.
Khatam dalam bahasa Arab sebenarnya dimaknai dengan penutup. Biasanya,
penutup sebuah surat, yakni dengan legalisasi sebuah stempel. Orang Arab
sering menyebut stempel dengan sebutan khatam. Karena cincin Rasulullah
SAW merupakan sebuah stempel, cincin juga disebut sebagai khatam.
Rasulullah SAW memakai cincin pada jari kelingking tangan kanan beliau.
Seperti riwayat dari Muhammad bin Ishaq yang mengatakan, "Aku
menyaksikan ash Shalt bin Abdullah bin Naufal bin Abdul Mutthallib
mengenakan cincin pada jari kelingking kanan. Aku bertanya padanya, "Apa
ini?" Dia menjawab, "Aku pernah melihat Ibnu Abbas mengenakan cincinnya
seperti ini dan menjadikan batu cincinnya di bagian luarnya." Dia
mengatakan, "Tidaklah Ibnu Abas meyakini hal itu, kecuali dia
menyebutkan bahwa Rasulullah SAW mengenakan cincinnya seperti itu." (HR
Abu Daud).
Ahli hadis mengatakan, hadis yang diriwayatkan Abu
Daud tersebut merupakan hadis yang paling kuat di antara hadis lainnya
yang bisa dijadikan hujjah dalam hal cincin. Para ulama menafsirkan,
pemakaian cincin di tangan kanan karena memang tangan kanan dianggap
lebih mulia dari tangan kiri. Sedangkan, pemilihan jari kelingking agar
tidak mengganggu aktivitas sehari-hari karena jari kelingking tidak
terlalu signifikan penggunaannya.
Namun, pada dasarnya tak ada
sunah yang secara eksplisit mengharuskan pemakaian cincin pada jari
kelingking tangan kanan. Bisa saja di jari tangan mana pun, sesuai
keinginan masing-masing. Namun, beberapa riwayat menyebutkan, tidak
disukai pemakaian cincin pada jari telunjuk, jempol, dan jari tengah.
Hal ini berdasarkan hadis dari Yahya bin Yahya yang mengatakan, Abu
al-Ahwas meriwayatkan dari Aasim bin Kulaib dari Abu Burdah yang
mengatakan, "Ali bin Abi Thalib berkata, Rasulullah SAW melarangku
memakai cincin pada jari ini atau ini." Ali mengisyaratkan kepada jari
tengah dan yang sebelahnya (telunjuk dan ibu jari) (HR Muslim).
Lalu, seperti apa cincin yang dipakai Rasulullah? Dalam riwayat Muslim
disebutkan, Rasulullah pernah memakai cincin yang batunya berjenis
Habasyi. Batu ini sejenis batu berwarna hitam kemerah-merahan yang
berasal dari Afrika. Beberapa kalangan menyebutnya dengan nama batu Akik
Yaman.
Jenis batu Habasyi ini dapat ditemui di daerah Afrika
dan Yaman. Banyak cara untuk mengenali batu ini. Di antaranya dengan
mengenali warnanya yang merah tua pekat atau merah darah. Walau terlihat
kehitam-hitaman, jika disuluh dengan cahaya akan terpancar warna merah
tua pekat. Batu akik Yaman ini banyak dipakai para pengusaha dari Yaman.
Ada riwayat yang menyebutkan, cincin Rasulullah SAW tersebut
dihadiahkan oleh Raja Najasyi Yaman. Awalnya, cincin tersebut merupakan
cincin emas bertahtakan batu Habasyi ini. Namun, beliau SAW tidak ingin
memakai emas. Akhirnya, cincin itu beliau hadiahkan kepada cucunya
Umamah putri dari Zainab.
Selain riwayat ini, ada pula riwayat
dhaif (lemah) bahkan maudhu' (palsu) yang meriwayatkan seputar batu
cincin. Di antaranya perkataan Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib,
"Wahai Ali, pakailah cincin ditangan kananmu sehingga kamu masuk
sebagai Almuqarrabin (orang-orang yang dekat kepada Tuhan)."
Ada pula riwayat hadis maudhu' (palsu) lainnya yang mengisahkan tentang
Malaikat Jibril yang mengatakan bahwa Allah memerintahkan Rasul-Nya
memakai cincin akik. Hadis yang diriwayatkan Ibnu Syarh Asub ini juga
memerintah Ali bin Abi Thalib memakai cincin yang berbatukan Akik Yaman.
Ada juga yang mengatakan, asbabun nuzul QS al-Maidah ayat 55 disebabkan
kedermawanan Ali bin Abi Thalib menyedekahkan sebuah cincin akik kepada
fakir miskin. Ayat tersebut menyebutkan, "Sesungguhnya penolong kamu
hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan
shalat dan menunaikan zakat seraya mereka tunduk (kepada Allah)."
Bahkan, dari kitab Makarimul Akhlaq (hal 87) disebutkan sebuah riwayat
yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, "Pakailah cincin dengan batu
akik karena sesungguhnya Allah SWT berfirman kepada nabi-Nya Musa AS di
atas gunung Akik dan di sana Musa AS sampai pada derajat Kalimullah."
Hal yang sama juga terdapat dalam Tsawabul A'mal wal Jamiul Akhbar (hal
134) yang mengisahkan penciptaan Musa kemudian memberikan inayat kepada
para penghuni bumi dan menciptakan gunung Akik dari cahaya wajah Musa
AS. Namun, semua riwayat ini adalah matruk (tidak bisa dipakai) karena
dipertanyakan kebenarannya.
Dalam Islam, laki-laki boleh
memakai perhiasan berupa cincin. Adapun perhiasan lain, seperti kalung,
anting, dan sebagainya tidak diperbolehkan karena bersifat meniru
perempuan. Pemakaian cincin hanya sebatas untuk perhiasan semata. Haram
hukumnya meyakini cincin mempunyai kekuatan-kekuatan supranatural.
Rasulullah SAW pernah melihat seorang laki-laki memakai gelang dari
tembaga. Rasulullah menanyakan apa yang dipakainya. "Ini adalah
al-Wahinah (penyembuh/ penangkal penyakit)," jawabnya. Rasulullah SAW
pun bersabda, "Tanggalkanlah segera, sesungguhnya dia tidak menambahkan
kepadamu, melainkan kelemahan." (HR Ahmad).
Selain itu,
perhiasan bagi kaum laki-laki juga tidak boleh mengandung emas atau
sutra. Haram hukumnya memakai cincin yang terbuat dari emas. Imam Asy
Syaukani memesankan, pakailah cincin yang terbuat dari perak. Seperti
pesannya dalam kitab Nailul Authar (jilid 1/Halaman 67) yang
menyebutkan, "(Dilarang memakai emas), tetapi hendaknya kalian memakai
perak. Maka berkreasilah dengannya sesuai selera." n ed: hafidz
muftisany
Walaupun zaman sudah semakin modern dan
canggih, sehingga hampir semua terbarui oleh perubahan. Namun satu yang
tidak berubah yaitu kebiasaan seorang pria memakai batu mulia yaitu
akik. Walaupun tidak sedikit perdebatan tentang hukum menggunakan batu
mulia akik. Akan tetapi hal tersebut tidak menjadikan batu yang di
keramat kan ini sirna diterpa zaman. Beberapa dari mereka juga ada yang
menjadi kolektor atau yang memang hobi atau ada pula yang menganggap
bahwa akik yang dipakai merupakan sarana yang menghantarkan kepada jalan
kesuksesannya. Namun faktanya, masih ada perdebatan yang masih simpang
siur mengenai penggunaan atau pemakaian batu cincin ini apakah halal
atau haram.
Tahukah Anda ternyata Rasulullah juga menggunakan dan mendayagunakan sarana batu akik?
Dalam hadits riwayat Muslim no 2094 dijelaskan bahwa
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَبِسَ خَاتَمَ
فِضَّةٍ فِي يَمِينِهِ فِيهِ فَصٌّ حَبَشِيٌّ كَانَ يَجْعَلُ فَصَّهُ
مِمَّا يَلِي كَفَّهُ
“Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai cincin perak di tangan
kanan beliau, ada mata cincinnya terbuat dari batu habasyah (Etiopia),
beliau menjadikan mata cincinnya di bagian telapak tangannya.”
Hadits diatas sudah dijelaskan dan juga menjadi sebuah landasan bahwa
Rasulullah memakai batu cincin dan mengikatnya dengan perak, batu yang
dikenakan pun beliau peroleh dari Ethiopia. Berdasarkan refensi, batu Zamrudlah yang beliau pakai, dari bangsa yang pernah mengalami konflik kemanusiaan ini.
Dalam riwayat lain, Ibnu Qoyyim memiliki catatan mengenai cincin yang
dikenakan oleh Rasulullah. Bahwasanya sekembalinya beliau dari
Hudaibiyah kemudian Rasulullah menulis surat kepada para Raja yang
diantar oleh para utusan Beliau. ebagaiamana hadist berikut ini:
عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ إِلَى كِسْرَى، وَقَيْصَرَ، وَالنَّجَاشِيِّ، فَقِيلَ: إِنَّهُمْ لَا يَقْبَلُونَ كِتَابًا إِلَّا بِخَاتَمٍ، فَصَاغَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَاتَمًا حَلْقَتُهُ فِضَّةً، وَنَقَشَ فِيهِ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ
“Dari Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ingin menulis surat
kepada Raja Kisra, Qaishar, dan Najasyi. Lalu di katakan kepada beliau,
bahwa mereka tidak mau menerima surat kecuali yang ada stempelnya. Maka
kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membuat cincin dari
perak (dibuat stempel), tulisannya adalah 'Muhammad Rasulullah.” (Shohih
Muslim, no.2092).
عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ إِلَى كِسْرَى، وَقَيْصَرَ،
وَالنَّجَاشِيِّ، فَقِيلَ: إِنَّهُمْ لَا يَقْبَلُونَ كِتَابًا إِلَّا
بِخَاتَمٍ، فَصَاغَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
خَاتَمًا حَلْقَتُهُ فِضَّةً، وَنَقَشَ فِيهِ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ
“Dari Anas bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam ingin menulis surat kepada Raja Kisra, Qaishar, dan
Najasyi. Lalu di katakan kepada beliau, bahwa mereka tidak mau menerima
surat kecuali yang ada stempelnya. Maka kemudian Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam membuat cincin dari perak (dibuat stempel), tulisannya
adalah 'Muhammad Rasulullah.” (Shohih Muslim, no.2092).
عَنْ
أَنَسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَادَ أَنْ
يَكْتُبَ إِلَى كِسْرَى، وَقَيْصَرَ، وَالنَّجَاشِيِّ، فَقِيلَ: إِنَّهُمْ
لَا يَقْبَلُونَ كِتَابًا إِلَّا بِخَاتَمٍ، فَصَاغَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَاتَمًا حَلْقَتُهُ فِضَّةً، وَنَقَشَ فِيهِ
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ
“Dari Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ingin menulis surat kepada Raja Kisra, Qaishar, dan Najasyi. Lalu di katakan kepada beliau, bahwa mereka tidak mau menerima surat kecuali yang ada stempelnya. Maka kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membuat cincin dari perak (dibuat stempel), tulisannya adalah 'Muhammad Rasulullah.” (Shohih Muslim, no.2092). - See more at: http://fkdtpacsugihwaras.blogspot.com/2013/11/penggunaan-stempel-pada-masa-nabi.html#sthash.3DV7Qtoe.dpuf
Dalam ajaran islam bukan kah segala sesuatu perbuatan, perkataan, dan
ketetapan Rasulullah adalah sunah, yaitu patut untuk di ikuti oleh
hambanya. Salah satu nya yaitu kebiasaan Rasulullah dalam memakai dan
menggunakan cincin batu akik.
Ya.
Memakai cincin atau perhiasan batu akik bukan suatu yang dilarang atau
bahkan diharamkan oleh agama. Dalam artian seorang yang memakai batu
akik hukumnya haram atau halal tersebut tergantung pada orangnya
sendiri. Bisa menjadi dilarang, jika orang yang memakai nya meyakini
bahwa setelah memakai batu akik kehidupan nya menjadi semakin sukses
sehingga tidak mempercayai adanya Allah. Dan boleh digunakan
apabila Anda hanya sekedar mengambil manfaatnya saja, dengan mempercayai
bahwa segala sesuatu yang Anda dapatkan hanya berasal dari Allah swt.
Jadi, bagi Anda ingin menggunakan akik sebagai perhiasan jangan takut
ataupun ragu. Karena sebenarnya tidak ada satu dalil pun dalam agama
islam atau agama lainnya yang melarang atau mengharamkan seseorang
menggunakan batu akik. Asalkan Anda masih dalam batasan-batasan aturan
agama Anda masing-masing.
Referensi dari berbagai sumber media (Republika 21 nov 2014)