ADALAH sebuah kebahagiaan bagi seorang manusia, ketika ia mampu mencapai
 kondisi kehidupan yang mapan. Penghasilan besar, pekerjaan jelas. Rumah
 megah nan nyaman, serta berlimpahnya fasilitas mewah lainnya yang 
dimiliki. Dan itu semua diraih dengan dorongan tersembunyi dari 
do’a-do’a ibu, yang dilantunkan disetiap masa tanpa kita ketahui.
Kebahagiaan itu semakin sempurna, dengan kehadiran seorang pendamping
 hidup. Istri yang cantik jelita. Kembang kehidupan bagi seorang 
laki-laki. Apalagi wanita itu, sebelumnya jadi pesona—idaman—laki-laki 
lainnya saking kecantikannya tiada bandingannya.
Setelah menikah, laki-laki itu menempati sebuah rumah bersama dengan 
istri serta ibunya. Ibu laki-laki itu tak punya siapa-siapa, kecuali 
anak laki-lakinya semata wayang.
Namun seiring kehidupannya yang penuh kebahagiaan, sang istri justru 
tak menikmatinya. Ia bermasalah dengan mertuanya, ibu dari laki-laki 
yang kini jadi pemimpin kehidupannya.
Dari hal remeh temeh, hingga soal yang agak besar, selalu 
diperdebatkan kedua orang itu. Namun sang lelaki menunjukan sikapnya, 
dengan menengahi, bersabar dan terus menasihati istrinya.
Suatu ketika sang ibu menderita sakit, kritis. Saat diperiksa, sang 
ibu divonis menderita gangguan jiwa—alias gila. Ya, ibu lelaki hebat itu
 kurang waras. Alhasil si istri kelabakan, ia tak mau berkompromi dengan
 kondisi tak menyenangkan.
Dengan kondisi seperti itu, sang istri sangat jumawa. Ia besar 
kepala, sombong tak karuan. Hingga ia berani berkata sedemikian rupa 
pada suaminya.
“Mas, pilih aku atau ibumu. Jika pilih ibumu, ceraikan aku. Jika pilih aku, tinggalkan ibumu.”
Awalnya sang lelaki acuh tak acuh, cuek. Hingga suatu ketika, saat 
telinganya dibisiki godaan setan lewat mulut istrinya, lelaki itu 
bertindak bodoh. Konyol.
Ketika hujan deras, dingin, dan gulita yang menyergap, laki-laki itu 
menuntun ibunya menuju atap rumahnya. Lelaki itu kemudian mendorong 
ibunya hingga terjatuh ke tanah. Sang ibu meregang nyawa, tewas 
seketika.
Keesokan harinya, dengan memakai topeng tak bersalah, lelaki itu 
mempersiapkan upacara pemakaman secara besar-besaran. Seolah-olah tengah
 ditimpa musibah besar, ia bersedih. Gundah gulana kehilangan sang ibu. 
Rekan sejawat mengucap duka, bela sungkawa atas kepergian ibu tercinta. 
Dan lelaki itu merasa lega, seolah terbebas dari beban berat kehidupan.
Tak lama berselang, sang lelaki jatuh sakit. Dan apakah ini sebuah 
kebetulan, atau memang balasan atas upaya kejinya selama ini. Lelaki itu
 divonis gila. Ya, ia dicap tak waras oleh dokter. Sama seperti yang 
dulu ibunya alami.
Hingga di suatu malam, kejadian itu berulang. Sama persis dengan 
tragedy ketika ibunya meninggal. Lelaki itu menjejak di atap rumahnya, 
sama persis dimana ia dan almarhumah ibunya dulu berjalan. Dan ia 
menjatuhkan diri ke tanah, hingga tewas seketika. Lelaki itu mati, 
dengan cara yang ia pikirkan dulu—ketika ia mendzalimi ibunya.
Sungguh, siksa akan disegerakan jika seorang anak berlaku durhaka 
kepada ibu atau orang tuanya. Siksa akan diberikan ganda, di dunia dan 
akhirat. Wallahu a’lam. []
*Disadur dari Kisah Hikmah.
https://www.islampos.com/mas-pilih-aku-atau-ibumu-300962/

